Pakaian adat Dayak merupakan pakaian khas yang biasa digunakan oleh suku Dayak ketika sedang mengadakan upacara adat, acara perkawinan dan berbagai acara lainnya.
Busana tradisional Dayak juga mempunyai fungsi sebagai pemberian kasta dimana desain corak yang berbeda beda atau lebih menonjol dan juga corak yang dikenakan pada umumnya menjadi tanda jika orang tersebut merupakan keturunan dari bangsawan seperti contohnya corak bergambar harimau.
Pakaian adat dayak merupakan bagian dari pakaian adat Kalimantan dari berbagai provinsi di pulau borneo. Untuk lebih lengkapnya berikut merupakan penjelasan kami untuk pakaian adat dayak.
Isi Artikel
Daftar Nama Pakaian Adat Dayak
Pakaian Adat Suku Dayak Kenyah
Suku Dayak Kenyah Kalimantan Timur mempunyai busana tradisional yang disebut dengan sapei sapaq yang dipakai oleh pria dan juga ta’a yang dikenakan oleh wanita. Pakaian ta’a terdiri dari semacam ikat kepala yang disebut dengan da a yang dibuat dari pandan. Da a ini biasanya akan digunakan oleh para orang tua lengkap dengan baju atasan yang disebut dengan sapei inoq serta bawahan berupa rok yang disebut dengan nama ta’a.
Sedangkan untuk busana sapei sapaq untuk pria coraknya berbeda dengan busana ta’a. Namun perbedaan tersebut hanya terletak pada atasannya saja yang dibuat dengan bentuk seperti rompi ditambah dengan bawahan berupa cawat yang disebut dengan abet kaboq yakni semacam celana pendek ketat. Sementara untuk aksesoris tambahan adalah mandau yang diikat di bagian pinggang.
Corak busana ini sangat beragam seperti bergambar burung enggang, harimau atau tumbuh tumbuhan. Sedangkan jika pakaian adat bercorak burung enggang atau harimau, maka menandakan pemakainya adalah keturunan bangsawan dan motif tumbuhan untuk rakyat biasa.
Busana Suku Dayak Ngaju
Suku Dayak Ngaju adalah sebutan untuk penduduk Dayak yang tinggal di wilayah Kalimantan Tengah. Seperti suku Dayak lain, suku Dayak Ngaju juga mempunyai pakaian tradisional yang dianggap sebagai simbol peradaban masyarakat di daerah tersebut. Untuk para pria, pakaian adat Dayak yang digunakan berupa rompi, kain penutup bagian bawah hingga sebatas lutut, ikat kepala dengan hiasan bulu enggang, kalung manik manik dan juga ikat pinggang lengkap dengan tameng kayu serta mandau yang diletakkan pada bagian pinggang.
Sedangkan untuk busana wanita adalah baju rompi, kain atau rok pendek, ikat atau penutup kepala dihiasi dengan bulu bulu enggang, kalung manik manik, ikat pinggang dan juga gelang tangan. Untuk bahan bahan pembuatan busana ini memakai kulit kayu siren atau kulit nyamu yang dibubuhi dengan warna dan corak hias terinspirasi dari keyakinan dan mitologi yang berkembang di tengah tengah masyarakat untuk mempercantik tampilan busana. Selain kulit kayu, suku Dayak Ngaju juga membuat busana dari bahan serat alam yang dinamakan dengan kain tenun halus.
Busana Suku Kutai
Busana Suku Kutai disebut dengan kustin yang hanya dikenakan oleh suku Kutai dari golongan menengah ke atas ketika upacara pernikahan pada zaman kerajaan Kutai Kartanegara. Istilah kustin tersebut diambil dari kata kostum yang berarti pakaian kebesaran suku Kutai. Pakaian adat Kutai ini terbuat dari bahan beludru warna hitam berlengan panjang dan berkerah tinggi dengan ujung lengan, kerah dan bagian dada yang dilengkapi dengan hiasan pasmen.
Sedangkan untuk pria, pakaian akan dipadukan dengan celana panjang yang bagian luarnya dipasang dengan dodot rambu serta tutup kepala bundar yang disebut dengan setorong berhias lambang berwujud wapen. Sementara untuk yang dikenakan wanita ditambahi dengan sanggul yang hampir sama dengan sanggul aksesoris jawa dan pada bagian puncak belakang ditambahkan kelibun berwarna kuning yang terbuat dari bahan sutera.
Busana Bulang Kuurung dan Bulang Burai King
Bulang kuurung dan bulang burai king bisa dikatakan menjadi pakaian adat Dayak yang masih belum terlalu banyak diekspos. Bulang kuurung dibagi menjadi pakaian tanpa lengan, dokot tangan atau pakaian dengan lengan pendek serta lengke atau baju berlengan panjang. Umumnya pakaian adat ini dipakai oleh para dukun.
Sedangkan untuk burai king merupakan jenis pakaian adat Dayak yang paling terkenal dan biasanya dikenakan pada upacara adat. Ciri khas dari pakaian adat ini adalah dihiasi dengan manik manik dan juga bulu burung yang dibentuk secara rapi sehingga lebih indah dan menarik.
Pakaian Adat Dayak Masa Lampau
Ketika zaman dulu, pakaian adat Dayak masih sangat mempertahankan fungsi esensial yakni melindungi tubuh dari terik panas matahari dan juga udara dingin. Namun pakaian adat Dayak masa lampau juga berfungsi sebagai sosial cultural atau sebagai identitas yang memperlihatkan kesukuan sama seperti sapei dan ta’a yang sudah menjadi identitas dari suku Dayak tersebut.
Pemakaian pakaian adat di masa lalu dijadikan sebagai lambang status sosial mereka. Selain itu, suku Dayak dulu juga sangat mengapresiasikan kecintaan mereka pada alam dan dicurahkan pada pakaian adat untuk menghormati dan menghargai alam yang mereka huni.
Pakaian adat suku Dayak ini dibuat dengan kombinasi bahan bahan alami yang diambil dari sekitarnya seperti kayu nyapu yang kemudian ditambahkan dengan warna dan corak sesuai keyakinan penggunaannya. Pakaian juga ditambahkan dengan bulu burung serta corak alami yang indah.
Pakaian Adat Dayak Miskat
Pakaian adat Dayak berikutnya adalah pakaian adat Dayak miskat yang sangat populer. Bahkan pemerintah juga sudah menetapkan baju miskat ini sebagai pakaian PNS Kalimantan Timur dan digunakan pada hari hari tertentu. Pakaian ini terlihat seperti pakaian Cina yakni atasan baju kurung, bawahan panjang dan ditambahkan dengan hiasan kain motif batik yang diletakkan di bagian pinggang.
Sangkurat
Sangkurat merupakan pakaian berbentuk rompi yang terbuat dari kulit nyamu atau kulit daun lemba yang lebih dikenal dengan nama pohon ponang puyuh sejenis tanaman yang tumbuh berumpun. Tanaman ini umumnya tumbuh pada daerah lembab yang tidak terkena sinar matahari langsung. Daun lemba berbentuk bujur sangkar warna hijau yang sangat keras sekaligus kuat.
Daun lemba biasanya digunakan sebagai bahan membuat rompi yakni daun yang sudah berukuran antara 50 sampai 60 cm dengan lebar 15 sampai 17 cm. Daun lemba ini memiliki banyak serat pada bagian permukaan sehingga sangkurat juga bisa bertahan hingga puluhan tahun.
Daun lemba yang sudah dirajut menjadi rompi lalu dihias dengan banyak pernak pernik yang diambil dari kulit trenggiling, kancing, uang logam, manik manik sampai benda yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Hiasan ini digunakan masyarakat suku Dayak Ngaju karena percaya jika hiasan pada sangkurat bisa melindungi mereka dari pengaruh jahat dan orang yang ingin berbuat jahat.
Jika dilihat secara etimologi, sangkurat berasal dari kata sangka yang berarti pembatas atau penyangga. Selain dipakai ketika perang, suku Dayak Ngaju juga menjadikan sangkurat sebagai pakaian kebesaran dalam berbagai upacara seperti pakaian pengantin adat Dayak.
Kain Kebat
Kain kebat merupakan kain tenun yang biasa dikenakan masyarakat suku Dayak Iban di Kalimantan Barat. Kain ini menjadi salah satu pakaian mewah yang biasa dikenakan pada upacara kebesaran. Para penenun dari suku Dayak Iban umumnya menggunakan pola asimetris untuk kain kebat dan juga beberapa motif alam seperti hewan dan tanaman.