Kali ini kita akan membahas tentang Rumah Adat Sumatera Barat.
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak pulau berukuran kecil dan 5 buah pulau besar yang dijadikan tempat tinggal utama penduduk Indonesia seperti salah satunya adalah Pulau Sumatera.
Pulau Sumatera dibagi kembali menjadi 8 provinsi yang salah satunya adalah Sumatera Barat dengan ibukota Padang.
Letak geografis Sumatera Barat yang sangat strategis membuat daerah ini sering dijadikan destinasi wisata baik oleh turis lokal maupun mancanegara untuk melihat berbagai kebudayaan di daerah tersebut seperti salah satunya adalah rumah adat Sumatera Barat.
Salah satu rumah adat Sumatera Barat adalah rumah Gadang. Fungsi dari rumah gadang sendiri digunakan sebagai tempat tinggal keturunan matrilineal dan juga tempat melaksanakan ritual.
Untuk ulasan kali ini, kami akan membahas tentang beberapa rumah adat dari Sumatera Barat khususnya jenis jenis rumah gadang.
Isi Artikel
Daftar Nama Rumah Adat Sumatera Barat
Rumah Gadang Kampai Nan Panjang
Ini merupakan rumah adat Sumatera Barat milik Datuk Penghulu Basa dari Suku Kampai Nan Panjang. Lokasi rumah ini berada di Nagari Belimbing, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat yang sudah berusia kurang lebih 300 tahun.
Ciri khas rumah gadang ini memiliki arsitektur khas Minang dengan atap yang bergonjong sebanyak 4 buah terbuat dari ijuk. Semua bangunan ini terbuat dari kayu berwarna hitam untuk bagian luarnya dan hanya memiliki 1 buah pintu masuk serta tangga di bagian tengahnya.
Bangunan ini masing masing memiliki 7 kamar. Seperti jenis rumah gadang lain, rumah gadang ini juga dibangun tanpa paku dan juga tidak memiliki plafon sehingga langsung terlihat tulang yang menyusun rangka atapnya.
Rumah Gadang Gajah Maharam
Rumah Gadang Gajah Maharam merupakan rumah suku Chaniago sebagai hunian sekaligus tempat melaksanakan berbagai acara adat yang dulunya dipakai untuk belajar pidato para pemuda daerah Solok dan sekitarnya.
Rumah adat Sumatera Barat ini dibangun pada tahun 1901 dan selesai pada tahun 1904. Rumah ini sekarang sudah tidak lagi ditinggali karena bangunan sudah miring sehingga hanya digunakan pada saat saat tertentu saja seperti jika ada keluarga atau ahli waris rumah yang meninggal, maka akan disemayamkan dulu di rumah ini kemudian baru di bawa ke pemakaman.
Bagian rumah gadang ini terbuat dari kayu dan atap yang memakai seng dengan arah bangunan ke utara. Rumah gadang gajah maharam ini mempunyai 5 buah gonjong yakni 4 di bagian atap dan yang satunya di bagian depan sebagai pelindung tangga masuk. jenis kayu yang dipakai adalah kayu juar, surian dan juga ruyung atau pohon kelapa. Sedangkan untuk dinding bagian timur, barat dan selatan menggunakan sasak.
Rumah Gadang Tuan Gadih Istano Silinduang Bulan
Rumah Gadang Tuan Gadih Istano Silinduang Bulan merupakan rumah gadang khusus dengan model alang babega yang memiliki tujuh buah gonjong megah dan menjadi ciri khas rumah gadang raja. Rumah gadang ini juga sering disebut dengan gadang sambilan ruang berukuran 28 x 8 meter. Pada halaman rumah adat Sumatera Barat ini memiliki dua buah rangkiang bernama Si Bayau bayau dan Si Tinjau Lauik.
Rumah gadang ini juga memiliki empat bilik dan dua buah anjung bernama anjung emas dan juga anjung perak. Rumah ini memiliki ukiran dengan 200 macam motif ukiran yang hampir seluruhnya merupakan motif Minangkabau. Beberapa motif tersebut diantaranya adalah badua ayam yang memanjang di bawah jendela, ukiran pucuak rabuang dan aka cino di dinding yang lebih luas dan pada bagian bawah pinggir atau yang dinamakan dengan dampa dampa dihiasi dengan ukiran tembus bermotif si kambang manih yang semua ukirannya akan didominasi dengan warna merah, kuning, hitam dan diselingi juga dengan warna coklat tanah, perak serta emas.
Rumah Gadang 20 Ruang
Ini merupakan rumah adat Sumatera Barat yang terletak di Nagari Sulit Air, X Koto Diateh Jorong Silungkang, Solok dan sudah terdaftar dalam cagar budaya Batusangkar. Seperti namanya, rumah adat Sumatera Barat ini memang memiliki 20 ruang bilik atau kamar yang dibangun pada tahun 1820.
Namun sayangnya, rumah ini terbakar dan didirikan kembali pada tahun 1901 yang selesai pada tahun 1907 namun tidak dibangun seperti aslinya. Rumah gadang yang pertama memiliki atap dari material ijuk serta dinding yang seluruhnya diukir. Akan tetapi ketika dibangun kembali, terjadi perubahan di bagian atap dan juga dinding yang tidak diukir dan hanya dibiarkan polos.
Fungsi rumah adat Sumatera Barat ini adalah sebagai tempat berkumpul ninik mamak, penghulu dan juga tempat tinggal bundo kanduang sulit air. Dulu, rumah ini dihuni hingga 300 orang dengan dua datuk yang mengepalai duo bundo kanduang sebagai pengatur kehidupan di rumah gadang 20 ruang tersebut.
Rumah Komedi Sawahlunto
Rumah komedi sawahlunto juga merupakan rumah adat Sumatera Utara yakni bangunan tua yang ada di kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Ketika zaman Belanda, bangunan ini dijadikan tempat hiburan komedi untuk menghibur pekerja tambang batu bara Ombilin. Sesudah zaman kemerdekaan Indonesia, bangunan ini kemudian mengalami banyak peralihan fungsi seperti dijadikan Museum Koleksi Pribadi serta Kantor Bank BRI.
Rumah Panjang Uma
Rumah panjang uma adalah rumah adat yang bisa banyak dilihat di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Uma umumnya dihuni dari lima hingga sepuluh keluarga. Jika dilihat secara umum, konstruksi rumah ini dibangun tanpa memakai paku namun di pasak menggunakan kayu dan sistem sambungan silang bertakik.
Selain rumah utama, didalam rumah ini juga memiliki beberapa bagian lain yang mempunyai nama dan fungsi berbeda beda. Ruangan utama dinamakan dengan lalep yang umumnya dihuni oleh pasangan suami istri dan pernikahannya sudah diakui sah secara adat. Bagian kedua dinamakan dengan rusuk yang merupakan tempat atau ruang khusus bagi anak anak muda, janda benaung dan mereka yang di asingkan sebab melanggar aturan suku Mentawai. Dari segi konstruksi, rumah uma ini memiliki panjang sekitar 30 meter dengan lebar 10 meter dan tinggi 7 meter.
Rumah Pek Sin Kek Sawahlunto
Rumah Pek Sin Kek Sawahlunto menjadi rumah adat Sumatera Barat selanjutnya yang merupakan bangunan bergaya arsitektur Hindia Baru di Jalan Ahmad Yani, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Rumah adat ini ada di sekitar Pasar Remaja Kota Sawahlunto. Bangunan rumah didirikan pada tahun 1916 milik keluarga Tionghoa bernama Pek Sin Kek. Selain berfungsi sebagai tempat tinggal keluarga, bangunan ini juga pernah dipakai untuk gedung teater, tempat berkumpul para masyarakat Melayu dan juga pabrik es serta pabrik roti.
Meski bangunan ini dominan dengan gaya Hindia Baru atau Indisch, akan tetapi masih ada beberapa unsur ornamen yang dipengaruhi dengan ornamen Cina seperti pada bagian mahkota bangunan. Kondisi bangunan ini masih kokoh sampai sekarang meski ada bagian dinding kiri yang sudah mulai rusak. Pada bagian teras rumah ini terdapat dua buah pilar yang terbuat dari beton. Revitalisasi dan juga rehabilitasi bangunan juga pernah dilakukan namun selalu diawasi dan dibina sebagai bangunan cagar budaya.