Kali ini Anda akan belajar tentang Rumah Adat Papua Barat. Papua Barat yang disingkat Pabar merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang ada di bagian ujung barat Pulau Papua dengan ibukota Manokwari. Sebelumnya, provinsi ini memiliki nama Irian Jaya Barat yang sudah ditetapkan dalam Undang Undang Nomor 45 Tahun 1999.
Papua Barat dan juga Papua merupakan provinsi yang mendapatkan status otonomi khusus dan meski sudah menjadi provinsi sendiri, namun tetap mendapatkan perlakuan khusus seperti provinsi induknya. Papua Barat ini memiliki beberapa kabupaten seperti Manokwari, Fakfak, Kaimana, Manokwari Selatan, Maybart, Raja Ampat, Sorong, Sorong Selatan, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Kota Sorong,Tambrauw dan masih banyak lagi.
Papua Barat juga dikenal dengan berbagai adat istiadat yang masih sangat kental meski ada berbagai modernisasi dari provinsi lain yang masuk ke wilayah Papua Barat seperti salah satunya adalah pakaian adat, bahasa, tarian dan juga rumah adat Papua Barat seperti yang akan kami jelaskan berikut ini.
Isi Artikel
Daftar Nama Rumah Adat Papua Barat
Honai
Jika dilihat secara morfologis, rumah adat Papua Barat terdiri dari dua kata yakni hun yang artinya pria dewasa dan juga ai yang berarti rumah sehingga bisa dikatakan jika gambar rumah adat Papua diatas adalah rumah laki laki dewasa. Sedangkan untuk wanita juga memiliki rumah adat yang sama namun sebutannya berbeda yakni ebeai yang terdiri dari dua kata yakni ebe yang berarti tubuh dan air yang berarti perempuan.
Rumah adat Papua Barat ini memiliki satu lantai kayu dengan atap yang terbuat dari daun sagu atau jerami dan memiliki desain yang sangat khas yakni berbentuk kerucut dengan pintu yang kecil dan area lantai yang disangga dengan tiang pilar penyangga. Rumah ini memang sengaja dibuat tertutup dan hanya memiliki dua buah pintu yakni bagian depan dan belakang.
Rumah ini dibuat tanpa menggunakan jendela agar bisa menahan dinginnya hawa di pegunungan Papua. Honai ini biasanya dibangun dengan ketinggian sekitar 2.5 meter dan pada bagian tengah akan ditambahkan dengan tempat untuk membuat api unggun sebagai penghangat diri.
Bagi suku Dani dan beberapa suku lain yang ada di wilayah pegunungan tengah Papua, honai sudah dikenal cukup lama di Kota Jayawijaya dan hingga saat ini masih digunakan secara turun temurun. Ketika sedang menyusun strategi perang atau mengadakan pesta adat, maka masyarakat Papua biasa melakukannya di honai laki laki dewasa tepatnya di ruang bawah. Diskusi, demokrasi, dialog dan juga berdebat tentang kehidupan ekonomi, membahas tentang keamanan daerah, berbagi pengalaman dan juga memikirkan tentang hidup juga akan didiskusikan di area ini yang juga digunakan untuk menyimpan harta.
Fungsi Rumah Adat Honai
- Tempat penyimpanan: Menyimpan berbagai peralatan perang dan juga berburu serta beberapa barang simbol berharga baik secara suku atau adat.
- Tempat penggemblengan: Anak laki laki yang sangat berperan penting dalam suku Dani membuat rumah adat ini juga dipakai sebagai tempat melatih anak laki laki agar bisa menjadi pria dewasa untuk melindungi dan memimpin suku.
- Tempat menyusun strategi: Tempat yang sangat strategis untuk menyusun siasat perang khususnya bagi laki laki yang sudah siap mental dan fisik baik dalam keadaan siap atau terdesak.
Baca Juga: Rumah Adat Papua
Ebeai
Ebeai adalah rumah adat Papua Barat untuk wanita yang digunakan untuk mendidik kaum wanita yang sudah beranjak dewasa. Tempat ini akan dihuni anak perempuan dan juga anak laki laki serta ibu. Para ibu nantinya akan mengajarkan tentang banyak hal yang akan dihadapi oleh anak anak perempuan ketika tiba waktunya untuk menikah. Sedangkan untuk anak laki laki hanya tinggal di ebeai untuk sementara waktu dan ketika sudah mulai beranjak dewasa maka akan pindah ke honai laki laki dewasa.
Atap ebeai ini memiliki bentuk bulat atau dome yang menggunakan material alang alang atau juga bisa jerami. Untuk ukurannya sendiri beragam dari mulai 5 meter sampai 7 meter. Sedangkan untuk bagian tiang menggunakan material alang alang, belahan kayu atau papan, rotan, tali hutan atau akar, tiang dan juga kayu.
Rumah adat Papua Barat ini memiliki beberapa nilai filosofis, seperti:
- Pemersatu kelompok: Rumah ebeai dengan bentuk bulat dan melingkar merupakan bentuk yang dijadikan suku Dani untuk saling bersatu antara yang satu dengan yang lain.
- Lambang kesatuan: Selain rasa persatuan, rumah ebeai juga dijadikan dasar suku Dani untuk selalu setujuan, sehati dan satu pemikiran dalam pekerjaan sehari hari.
- Status harga diri: Martabat dan harga diri adalah suatu hal penting bagi suku dani dan rumah ebeai menampilkan martabat bagi kaum mereka.
Baca Juga: 6 Rumah Adat NTB: Nama, Gambar dan Penjelasannya (Lengkap)
Rumah Adat Kaki Seribu
Salah satu dari macam macam rumah adat Papua Barat selanjutnya adalah rumah adat kaki seribu yang juga disebut dengan mod aki atau igkojei. Rumah panggung ini memiliki tiang pondasi yang hanya ada di bagian tepi rumah saja namun berbeda dengan rumah panggung lainnya sebab bangunan ini memiliki tiang pondasi yang tersebar di semua bagian bawah rumah dan juga menjadi tumpuan utama dari bangunan sehingga dinamakan dengan kaki seribu.
Jika dilihat, bentuk rumah adat Papua Barat ini memang tidak jauh berbeda dengan rumah panggung pada umumnya. Bagian atap terbuat dari rumput ilalang, sedangkan bagian lantai tersebut dari anyaman rotan. Bagian dinding sangat kuat karena terbuat dari kayu yang disusun secara horizontal dan vertikal sehingga saling mengikat. Ketinggian rumah adat ini antara 4 hingga 5 meter dengan luas sekitar 8 x 6 meter sehingga cukup besar dan nyaman untuk ditempati.
Tiang tiang yang jumlahnya sangat banyak tersebut memiliki diameter 10 centimeter per tiang dan tersusun dengan jarak sekitar 30 sentimeter antara tiang sehingga kerapatan tiang tersebut terlihat sangat unik. Keunikan dari rumah adat Papua Barat yang lain adalah karena memiliki dua pintu namun tidak dilengkapi dengan jendela. Ketinggian rumah, pondasi tiang yang sangat banyak dan desain rumah adat yang tertutup ini bertujuan agar bisa terhindar dari hewan buas dan juga udara yang dingin sekaligus menghindari bencana alam seperti badai.
Kondisi masyarakat yang sering bertikai juga menjadi alasan kenapa bentuk dari rumah adat ini terlihat kurang lazim sehingga bisa lebih aman dari ancaman musuh serta bisa mengawasinya dengan lebih mudah sebab rumah berada di tempat yang tinggi dan hanya memiliki dua pintu sebagai akses keluar dan masuk.
Namun sayangnya dengan semakin berkembangnya modernisasi dan juga para transmigran yang berasal dari provinsi lain di Papua Barat membuat rumah adat ini semakin sulit untuk ditemui khususnya di kota kota besar. Sedangkan yang masih menggunakan rumah adat Papua Barat ini hanyalah penduduk asli suku Arfak dan letaknya juga berada jauh di pedalaman khususnya bagian tengah di sekitar Pegunungan Arfak.